Metropole Palace awalnya merupakan gedung pertemuan yang kemudian direnovasi menjadi hotel yang modern dan mewah. Letaknya cukup strategis dan dekat dengan gereja St. Marks, taman Tajmadan, dan balai kota. Disekitar hotel ada money changer, cafe, dan toko roti. Bahkan Mcdonalds hanya berjarak sekitar 2 menit jalan kaki.
Lobby hotel tampak sempit karena banyak tiang-tiang besar. Namun dengan adanya lampu-lampu unik sebagai dekorasi hal ini malah membuat tiang-tiang tersebut tampak eye catching.
Saya mendapat kamar (no. 123) dengan view jalan raya. Sebenarnya saya paling anti kamar dengan view jalan raya namun melihat jarak hotel dengan jalan raya tidak terlalu dekat dan jalanan terlihat sepi sejak saya menginjakkan kaki di Belgrade saya memutuskan tidak perlu ganti kamar. Dua hari kemudian saat urusan pekerjaan selesai dan saya lebih banyak menghabiskan waktu di hotel, kebisingan jalan raya mulai saya dengar. Tapi karena barang-barang sudah tertata rapi di lemari saya pun jadi malas pindah kamar. Selain itu hanya waktu-waktu tertentu suara bising jalan raya terdengar dan tingkat kebisingannya masih bisa ditoleransi, tidak seperti saat saya menginap di The Westin Paris dan mendapat kamar menghadap jalan raya dimana tingkat kebisingannya lumayan tinggi.
Kamar di hotel ini cukup luas dibandingkan ukuran kamar hotel di Eropa yang rata-rata kecil/sempit meskipun sama-sama bintang 5. Begitu juga dengan kamar mandinya yang berhiaskan marmer. Untuk perlengkapan di ruang tidur dan kamar mandi tetap standar hotel, tidak ada yang istimewa, electric kettle, sabun, shampo, dll.
Yang unik dari kamar hotel ini adalah interior warnanya yang hijau tosca bercampur warna cokelat  kayu dan disediakannya beberapa novel, sayangnya novel-novel tersebut berbahasa Serbia. Kekurangan hotel ini adalah channel tv sebagai satu-satunya hiburan di kamar sangat terbatas dan berbahasa Serbia. Jika ingin nenonton film maka harus membayar.
Dahulu hanya ada 1 pilihan hotel yang bagus di Madiun, tapi sekarang ada beberapa pilihan. Salah satunya Aston. Hotel bintang 4 ini dibuka pertama kali tahun 2013. Meski begitu, peminatnya cukup banyak terutama saat libur Lebaran.
Saya sudah menginap di hotel ini sejak tahun pertama mereka buka. Awalnya memang masih banyak kekurangan seperti kehabisan extra bed dan kekurangan key card. Namun terakhir kali saya menginap di hotel ini (14-19 Juli 2015), Aston tampak lebih siap menghadapi tamu-tamunya.Â
Aston Madiun mempunyai 4 tipe kamar yaitu Superior, Deluxe, Premier, dan Junior Suite. Diantara keempat kamar tersebut saya lebih sering memesan Premier. Ukuran kamar Premier cukup besar (40m2) sehingga bisa menambah 2 ekstra bed. Agak surprise juga saya karena biasanya hotel-hotel lain hanya membolehkan maksimal 1 ekstra bed dalam kamar. Sayang pertanyaan iseng tentang ekstra bed ini saya ajukan ke resepsionis via telp di 2 hari terakhir saya menginap jadi saat ingin memesan ekstra bednya sudah habis.
Kamar mandi Premier menyediakan standing shower dan bath tub. Bath tub ini cukup penting bagi saya. Dengan adanya bath tub anak-anak lebih mudah dibujuk untuk mandi dan saya juga tidak perlu membawa flexibath. Ruang shower dan bathtub bersebelahan tanpa ada penyekat. Hal ini memudahkan saya untuk membilas anak-anak setelah selesai berendam di bath tub. Selain itu cipratan air tetap berada di area basah. Washtafel dan toilet tetap kering.
Satu-satunya yang tidak saya sukai adalah lemari pakaiannya. Desainnya tampak kecil dan sempit karena model lemarinya dibuat berhadapan dengan kaca full body dibagian tengah. Saya yang menginap 5-7 hari bersama 4 anggota keluarga lainnya merasa lemari tersebut tidak cukup untuk memuat barang-barang kami dari koper. Jadi sebagian barang tetap berada didalam koper 🙂
Hotel Aston Madiun ini mempunyai 14 lantai. Hal ini menyebabkan pemandangan dari jendela kamar yang kami dapatkan pun selalu cantik baik siang maupun malam karena hotel Aston merupakan gedung tertinggi diantara bangunan lain disekitarnya yang merupakan rumah-rumah penduduk. Kamar terakhir yang kami tempati berada di lantai 12. Dari jendela kamar kami bisa melihat rumah-rumah penduduk sekitar dan gunung Kelud saat pagi hingga siang hari. Malam harinya pemandangan dari jendela kamar juga tidak kalah menarik. Lampu-lampu kota bersinar dibawah sementara langit kadang juga penuh cahaya oleh kembang api. Jika menginap saat Lebaran, anda akan sering mendengar dan melihat kembang api. Saya rasa hal yang sama juga terjadi saat pergantiaan tahun Masehi.
Saya sempat merasakan sahur saat menginap di Aston. Pilihan makanannya cukup banyak meskipun tidak sebanyak varian makanan saat sarapan. Sayang saya lupa memoto menu sahurnya. Tapi saya sudah cukup persiapan untuk keesokkan harinya membawa camera untuk memotret menu sarapan pagi 😛
Aston menyediakan 3 lift untuk menghubungkan lantai-lantainya. Penggunaan lift pun cukup private karena lift hanya bisa bergerak jika menggunakan key card yang juga merupakan kunci kamar. Jadi yang bukan tamu yang menginap di Aston tidak bisa mengakses lift. Ketiga lift ini ukurannya kecil dan hanya mampu menampung maksimal 10 orang. Lift ini diisi 6 orang dewasa dan 2 anak-anak saja sudah cukup sesak. Meski begitu saya tidak pernah menunggu lama saat ingin menggunakan lift dan ketiga lift tersebut selalu berfungsi.
Fasilitas yang disediakan Aston antara lain kolam renang, fitness, dan spa yang berada di satu lantai yaitu lantai 6. Kolam renangnya tidak begitu besar dan alat fitnessnya cukup lah untuk membuat badan tetap rutin berolah raga. Kalau saya sih lari diatas treadmill juga sudah cukup hehehe.
Kesimpulannya, hotel Aston Madiun cukup memenuhi kebutuhan saya selama berada di Madiun sebagai tempat istirahat. Saya senang ada hotel bintang 4 seperti Aston di Madiun yang termasuk kota kecil. Hal ini menunjukkan perkembangan pariwisata dan perekonomian di kota Madiun khususnya semakin meningkat.
Kalau jalan-jalan ke Bandung PP alias ga nginep, kita sering mampir ke mal Paris van Java (disingkat PVJ). Soalnya itu mal paling dekat ke pintu tol Pasteur jadi ga terlalu lama kena macetnya dan banyak makanan pula di PVJ. Gara-gara sering ke PVJ kita jadi tahu ada hotel De Java di seberangnya.
Saat long weekend awal mei 2015, kita decided untuk nginep dan jalan-jalan saja di Bandung. Awalnya reservasi di De Java untuk tanggal 1-2 mei karena tanggal 30 april – 1 mei kita kemping di Dusun Bambu. Keputusan nginep di Bandungnya mendadak jadi kamar yang tersisa tinggal executive room. Kita ambil 2 kamar, 1 untuk saya sekeluarga dan 1 lagi untuk orang tua saya. Ternyata pas hari H-nya kita dapat info bahwa yang kemping tanggal 30 april itu cuma kita ber-7 saja akhirnya suami memutuskan untuk merubah tanggal inap. Kita nginep di De Java tanggal 30 april dan kemping tanggal 1 mei. Konsekuensinya yang tersisa hanya kamar suite.
Saya dan orang tua membawa mobil masing-masing. Saya sampai duluan di Bandung sekitar pukul 17.30. Seperti biasa lampu merah tol Pasteur sampai mal PVJ muaceeet sampai si bungsu merengek minta lepas car seat. Saya pun mengajak dia nyanyi, ngobrol, dan mainan pesawat dan alhamdulillaah si bungsu tetap duduk di car seat hingga akhirnya kita tiba di hotel De Java.
Setelah suami mengurus pendaftaran di check-in desk, kita mendapat kamar di lantai 5. Kamar saya dan orang tua berdekatan sesuai janji resepsionis saat saya memesan via telpon. Kami mendapat kamar 508 dan 507. Kamar 508 yang terdekat dari pintu lift tapi setelah dicoba pintunya tidak mau membuka. Pindahlah kita ke 507 yang cuma berjarak beberapa langkah dari 508. Setelah meletakkan tas-tas saya menelpon resepsionis untuk memberitahu bahwa cardkey kamar 508 tidak berfungsi dan resepsionis pun mengatakan bahwa ia akan mengirim petugas untuk mengganti kartu. Sambil menunggu petugas datang, saya foto-foto isi kamar 😛
Kamar suite di De Java hotel cukup luas dan unik dengan pembagian ruangan yang tepat. Tidak ada meja makan di kamar ini meski disediakan peralatan makan dan wastafel, hanya ada sofa set plus TV di living room dan meja kerja. Diantara living room dan meja kerja ada ruang kosong beralaskan karpet. Tebakan saya ruang kosong itu digunakan untuk penempatan extra bed. Biasanya kita membutuhkan extra bed untuk tidur si Sulung sementara adik-adiknya tidur seranjang dengan saya dan suami. Tapi karena orang tua saya ikut dan mereka ingin tidur bareng salah satu cucunya, cost untuk extra bed pun terselamatkan hehehe 😀
Kamar mandi berada diantara lemari pakaian dan ruang tidur. Antara kamar mandi dan ruang tidur dipisahkan oleh kaca yang bisa ditutup dengan roller blind. Desain kamar mandi cukup mewah dengan kombinasi marmer dan keramik bermotif parket plus penempatan cahaya yang yang tidak langsung. Bathtub berbentuk persegi panjang menjadi centre point kamar mandi.
Jika bathtub menjadi centre point di kamar mandi, maka centre point kamar adalah ruang tidur. Desain ruang tidurnya sangat unik. Ruang tidur dibedakan dengan level lantai (naik 2 anak tangga). Posisi dan bentuk tempat tidurnya mengingatkan saya dengan tempat tidur di Jepang yang setinggi selimut dan dihamparkan di lantai padahal matras/kasurnya yang tingginya kurang lebih setinggi kasur saya di rumah dimasukkan kedalam ceruk yang telah disiapkan. Sebagai pemisah antara tempat tidur dengan lantai, disekeliling tempat tidur ditempatkan bantalan sofa yang ditempel permanen ke lantai. Hal ini membuat tempat tidur tampak lebih luas lagi. Di ruang tidur ini ada TV juga. Puas deh suami dan anak-anak bisa nonton di TV yang berbeda sesuai channel TV kesukaan masing-masing.
Akhirnya petugas yang dikirim resepsionis untuk mengganti cardkey kamar 508 pun tiba. Begitu saya masuk terkejutlah saya kok kamar suite orang tua saya sangat jauh berbeda dengan kamar saya.
Di kamar 508 tidak ada ruang duduk dan bagian dalam kamar mandinya pun hanya menggunakan shower.
Saat saya tanyakan ke petugas yang membawa kunci mengapa kamar suite saya dan orang tua saya berbeda, jawaban dia yang paling luas memang hanya kamar 507. Tak berapa lama kemudian kedua orang tua saya pun tiba di hotel dan langsung menuju kamar 508. Alhamdulillaah meski tak ada ruang duduk seperti kamar saya, mereka tetap senang mendapatkan kamar yang cukup besar dan seperti saya, mereka juga menyukai desain tempat tidur di kamar mereka yang juga ala tempat tidur Jepang seperti di kamar saya.
Kami makan malam spaghetti dan talas kukus buatan mama di kamar saya karena kamar saya yang cukup besar, ada sofa untuk duduk, dan tersedia peralatan makan. Selesai makan dan bercengkerama dengan cucu-cucunya, kedua orang tua saya pun kembali ke kamar untuk beristirahat, ditemani si sulung tentu saja.
Setelah kedua orang tua saya pergi, saya pun membereskan tempat, mencuci peralatan makan dan dot, dan bercengkerama dengan suami dan anak-anak. Tapi selama itu saya masih memikirkan masalah kamar orang tua saya yang berbeda jauh fasilitasnya. Rasanya saya tidak rela orang tua saya menempati kamar yang lebih kecil dan kurang fasilitasnya padahal kami memesan 2 kamar suite.
Akhirnya saya telpon resepsionis menanyakan mengapa kedua kamar yang saya pesan berbeda. Resepsionis langsung meminta maaf mengatakan bahwa ada kesalahan sistem yang meletakkan orang tua saya di kamar executive (tipe kamar dibawah suite) dan mereka pun berjanji untuk mencharge harga kamar sesuai tipe executive. Berhubung sudah malam saya tidak banyak protes karena orang tua saya juga pasti sudah capek dan kitapun hanya menginap semalam. Saya berencana memberitahukan hal ini pada orang tua saat sarapan besok pagi.
Besoknya saya menelpon orang tua untuk janjian sarapan di restoran. Setelah sepakat bertemu di restoran, ayah saya bercerita bahwa resepsionis menelpon ke kamarnya untuk meminta maaf atas kesalahan sistem yang terjadi sehingga orang tua saya ditempatkan di Executive. Ya, memang sudah seharusnya pihak manajemen langsung meminta maaf dan menjelaskan sendiri ke orang tua saya.
Restoran berada di lantai yang sama dengan Lobby. Sayang tempatnya tidak begitu luas sehingga tampak sesak.
Menu sarapan di De Java cukup beragam. Ada menu Indonesia, Western, dan Jepang (sushi).
Diseberang restoran ada butik kecil yang menjual tas dan sepatu bermerek seperti Balenciaga dan Tory Burch. Saya tidak masuk dan mengecek keasliannya karena takut tergoda 😛 tapi dalam websitenya, De Java menjamin ke-authentic-annya bahkan memberikan jaminan uang kembali jika produknya yang terjual tidak asli.
Fasilitas lainnya yang tersedia ada kolam renang dan ruang fitness yang tersedia di lantai 6. Sayang kami tidak punya cukup waktu untuk mencoba kolam renang dan alat fitnesnya. Pukul 12 siang tepat kami checked-out untuk menuju destinasi berikutnya, Eagle Camp, di Dusun Bambu, Lembang.
Untuk reservasi dan informasi lebih lengkap bisa menghubungi hotel Dejava di :
de JAVA Hotel
Alamat : Jl. Sukajadi No. 148-150, Pasteur, Sukajadi, Kota Bandung, Jawa Barat 40161
No. Telp : +62 22 039 888
Website : http://www.dejavahotel.com
Photo credit : featured image (pool) taken from www.dejavahotel.com